Bismillahirrahmanirrahim.
Allahumma sholli `ala Muhammad wa
aali Muhammad
Suatu hari seorang ikhwan
mengajak seorang Ustadz dari daerah Cileunyi Bandung untuk diskusi dirumah
saya. Pak H, begitu inisialnya, awalnya beliau adalah seorang Ustadz suni yang kemudian direkrut
oleh kelompok salafi tertentu. Awal mulanya tuntutan ekonomi memaksanya untuk
bekerja di salah seorang da`i agama salafi. Ia tak kuasa menolak saat sang Boss
mengajaknya untuk ikut pengajian rutin
agama salafi. Sedikit demi sedikit akhirnya keyakinan Islamnya pun luluh, Muslim
suni itupun mulai meninggalkan ahlusunnah beralih menjadi pengikut agama
Salafi.
Awalnya diskusi berkutat diseputar pembahasan Reiki, aliran olah energy yang kupelajari. Lama kelamaan pembahasan masuk ke pembahasan seputar Isue-isue Syiah. Dalam postingan ini, saya akan sedikiit merekonstruksi beberapa tema diskusi saya dengan Pak H.
” Reiki itu bid`ah. Nabi tidak pernah berbicara Reiki , Nabi juga tidak pernah mengajarkan Reiki. Sepanjang sejarah, nabi tidak pernah membuka sekolah ataupun kursus Reiki.” Begitu menurutnya dengan kata-katanya yang santun. Saya berfikir , bahwa barangkali ustadz ini baru setahun atau dua tahun saja mengikuti agama salafi, karena kesantunannya dalam berbicara menunjukan bahwa ajaran salafi masih belum mendarah daging dalam dirinya.
Selanjutnya dia pun berkata ,” Begitu juga dengan filsafat dan tasauf. Nabi tidak pernah mengucapkan kata tasawuf dan filsafat , Nabi juga tidak pernah mengajarkan Tasauf maupun filsafat. Sepanjang sejarah, nabi tidak pernah membuka sekolah Tasauf ataupun filsafat. Keduanya tidak ada di zaman Rasulullah. Dan nabi tidak pernah memerintahkan untuk mengembangkan atau mempelajari kedua ilmu tersebut . Maka keduanya adalah adalah bid`ah. Dan setiap bid`ah adalah sesat.”
“ Maaf pa, darimana Bapak tahu bahwa nabi tidak pernah mengajarkan tasawuf dan filsafat? “ Tanya saya. “ Dari hadist. Tidak ada satupun hadist Rasulullah yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengucapkan kedua kata tersebut.Nabi tidak pernah menyebut kata tasawuf , dan Nabi tidak pernah menyebut kata filsafat apalagi memerintahkan mempelajarinya ?” Begitu jawabnya berapi-api. “ Lalu darimana Bapak mendapatkan hadist, apakah dari kitab-kitab hadist ? sementara kitab-kitab hadist itu sendiri baru ditulis 200-300 tahun setelah Rasulullah saww wafat. Dan darimana bapak yakin bahwa hadist-hadist tersebut yang dicatat dalam kitab-kitab hadist memang benar-banar berasal dari Rasululah ? ” Tanya saya. “ Lo, kan ada ilmu hadist, kita bisa mengetahui suatu hadist itu sahih atau dhoif melalui ilmu hadist .” jawabnya.
“ Dengan batasan yang Bapak buat tadi , bahwa apa-apa yang tidak ada zaman nabi adalah bid`ah. Dengan begitu ilmu hadist pun bisa dikategorikan ke dalam bid`ah . Bukankah Rasulullah tidak pernah membuka sekolah ilmu hadist ? Dan bukankah dari seluruh hadist beliau yang sampai kepada kita beliau saw tidak pernah mengucapkan kata “ Sahih, dhoif, dan lainnya”? Bukankah Nabi tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk meninggalkan hadist yang sanadnya terputus ? Nabi juga tidak pernah memerintahkan kita untuk meninggalkan hadist yang rijalnya lemah, atau rijalnya seorang rafidhoh ? Bukankah nabi pun tidak pernah memerintahkan agar 200 tahun setelah wafatnya hadist-hadist dari beliau mesti dihimpun dan dicatat ? Bukankah Nabi tidak pernah memerintahkan Bukhari untuk menulis sebuah kitab hadist ? Dengan batasan yang bapak buat tadi tentang bid`ah, maka ilmu hadist pun bisa dikategorikan sebagai bid`ah. Kitab hadist pun bisa dikategorikan pula sebagai bid`ah . Dan setiap bid`ah adalah sesat. Dan setiap sesat adalah neraka ? Bukankah begitu ?”. Pak H terdiam. Kemudian wajahnya mulai memerah . “ jadi, antum mau bilang bahwa ilmu hadist itu salah? Penulisan Hadist adalah sebuah kesalahan, begitu ? “ bantahnya. “ Lo, bukan begitu Pa. Ilmu hadist ataupun penulisan hadist tidak salah. Tetapi barangkali batasan yang bapak buat tadi tentang bid`ah , itulah yang kurang tepat. ”. Pak H semakin terdiam, wajahnya semakin berkerut. “ Batasan tadi bukan dibuat-buat oleh saya . Tapi oleh para ulama salafi” bantahnya."
"Penulisan Kitab Hadist juga tidak salah. Yang salah adalah anggapan bahwa kebenaran berasal dari kitab-kitab hadist, anggapan bahwa kitab hadist adalah kitab suci kedua, ini yang kurang tepat menurut saya.. Bukankah syiah meyakini bahwa kangjeng Nabi itu dimaksum dan tidak mungkin salah, sementara dalam keyakinan salafi bahwa Nabi adalah manusia biasa yang pernah salah. Lalu mengapa bila Nabi diyakioni sebagai manusia biasa yang mungkin salah ,kalian justeru menganggap bahwa kitab hadist tidak mungkin salah, para sahabat yang meriwayatkan hadist- hadist tidak mungkin lupa dan salah ? Apakah kedudukan kitab-kitab hadist lebih mulia dari nabi ? Apakah kedudukan para periwayat dan penulis hadist sedemikian ma`sum sehingga mereka tidak mungkin salah dan lupa, sementara nabi diposisikan sebagai manusia biasa yang bisa saja salah dan lupa ? Saya pernah baca suatu artikel yang ditulis ustadz salafi yang marah saat Abu Huraeroh di kritik , pembelaan sang ustadz begitu menggebu sehingga mengatakan, " tak mungkin Abu Huraeroh lupa dalam meriwayatkan hadist ." Apakah Abu Huraeroh dan para sahabat yang mengaku mendengar langsung hadist dari nabi tidak mungkin lupa, atau melakukan kesalahan.? Apakah mereka maksum sementara Nabi tidak ? Menurut saya, keyakinan inilah yang kurang tepat. Bung Karno pernah ditegur A.Hasssan Persis karena meragukan hadist , kata Bung Karno ," Saya tidak pernah meragukan Kangjeng Nabi Muhammad saww. Tapi saya meragukan bahwa hadist itu tidak mungkin keluar dari mulut suci Kangjeng Nabi, walaupun tuan A.Hassan meyakininya sebagai hadist sahih."
Selanjutnya saya menyimpulkan,” Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Makhluk yang dianugerahi akal dan budi oleh Allah. Akal Budi inilah yang kemudian melahirkan ragam bahasa, sastra, seni, ilmu pengetahuan, kitab , metode , dan berbagai hal lainnya yang maslahat bagi manusia. Akal budi yang dipimpin oleh Dien atau agama inilah yang kemudian melahirkan beragam kebaikan dan manfaat manusia. Pada masa Rasulullah tidak ada kamera. Pada saat itu hadist-hadist dari Rasulullah disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut.Nabi memang tidak pernah memerintahkan bahwa 200 atau 300 tahun setelah wafat beliau maka hadist-hadist beliau mesti di-kitabkan.Tidak pernah. Tetapi akal mengharuskan kita untuk menjaga agar pesan suci beliau sampai pada generasi berikutnya , dari sini maka berkembanglah pembahasan seputar ilmu hadist.Munculan klasifikasi mana yang sahih, mana yang dhof bahkan mana yang palsu. Ilmu hadist bukan produk Nabi. Kitab hadist suni yang 6 ( Kutubussittah ) bukan tulisan tangan Rasulullah. Kitab hadist syiah yang 4 ( kutubul arba`ah) juga bukan tulisan tangan Nabi. Bahkan dalam hadist suni tidak pernah ada perintah nabi untuk mencatatnya . Semuanya lahir dari akal budi manusia. Dengan definisi yang dibuat para ulama kami ataupun para ulama ahlusunnah tentang bid`ah, ilmu hadist termasuk bid`ah hasanah.Ilmu hadist dan kitab-kitab hadist yang bid`ah hasanah ini mesti kita hargai dan diposisikan sebagaimana mestinya. Tetapi semua itu bukan produk Nabi secara langsung, sehingga tidak perlu kita pertuhankan dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Bukankah begitu ? ” . Ustadz H semakin terdiam, pandangannya menerawang dalam.
Saya pun kembali melanjutkan ,” Segala hal baru yang maslahat yang memiliki landasan usuli dari nash ( Qur`an ataupun hadist ) , walaupun Rasulullah tidak pernah melakukannya dan tidak ada di zaman beliau, selama maslahat bagi ummat dan tidak bertentangan dengan nash, menurut pendapat saya bukan termasuk bid`ah dolalah yang memasukan sesorang ke neraka. Dengan batasan ini, Walaupun ilmu hadist dan kitab hadist adalah hal baru , kita tidak bisa mengkategorikannya sebagai bid`ah yang menyesatkan. Contoh lainnya , Nabi memerintahkan kita untuk mengajarkan anak-anak kita Alqur`an. Itu adalah nash yang merupakan landasan ushuli nya. Tapi tentang detail bagaimana tekhnis mengajarkan Qur`an , tidak ada penjelasan tentangnya. Ini di serahkan kepada kita kaum muslimin untuk berfikir dan mengembangkannya.. Maka, segala pengembangan metode baru, system yang memudahkan seorang untuk mempelajari Alqur`an , menurut saya bukanlah termasuk bid`ah yang memasukan pelakunya ke neraka. Metode Iqro, metode Albarqi ataupun metode baru lainnya yang membantu percepatan anak-anak bisa membaca Alqur`an dalam 7 atau 8 jam , bukan termasuk bid`ah. Demikian pula halnya dengan pembelajaran Alqur`an melalui VCD, ataupun software tertentu dengan gambar dan warna-warna yang menarik bagi anak-anak, semuanya tidak ada zaman Rasulullah kan ? Tetapi kita tidak bisa menghukuminya sebagai bid`ah dolalah yang sesat, karena semuanya metode baru tersebut memiliki landasan ushul atau ada perintahnya dari nabi.”
“Menurut batasan bid`ah yang dibuat oleh kelompok aliran salafi, Tasawuf , Mantiq (Logika ) dan Filsafat adalah bid`ah. Yang mempelajari keduanya masuk neraka . Begitu kan ? Menurut batasan bid`ah saya tadi , bahwa Segala hal baru yang maslahat yang memiliki landasan usuli dari nash ( Qur`an ataupun hadist ) , walaupun Rasulullah tidak pernah melakukannya dan tidak ada di zaman beliau, dan tidak bertentangan dengan nash, bukan termasuk bid`ah dolalah yang memasukan sesorang ke neraka. Tasawuf , logika dan filsafat adalah hal baru yang berkembang dalam Islam. Dengan definisi saya tadi, kita tidak bisa mengkategorikannya ke dalam bid`ah. Karena semuanya memiliki landasan akar dari Nabi. Tentang filsafat misalnya, Bukankah Qur`an memerintahkan kita untuk menggunakah akal ? Dan bukankah Nabi pernah memerintahkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina ? Bukankah filsafat mencapai perkembangannya di negeri tersebut ? Bahkan sejak 2000 tahun sebelum Nabi Isa wafat, ilmu filsafat Cina telah berkembang dan melahirkan beragam ilmu-ilmu cabang diantaranya ilmu akupuntur dan totok jalan darah . Bukankah dari ilmu akupuntur inilah ilmu bekam yang kemudian berkembang sambai ke Jazirah Arab dan kemudian Nabi pun memanfaatkannya ini bersumber ? Lalu sejak kapan filsafat menjadi terlarang ?
Apakah nabi pernah melarang mempelajarinya ? Objek filsafat adalah segala hal mumkinul wujud, mahluk, ciptaan. Dengan filsafat, kita bisa memahami dan membuktikan Tuhan suci dari sifat-sifat mahluk. Dengan filsafat dan logika , kita pun bisa mematahkan argument-argumen para atheis dan zindiq , malah bisa memberi petunjuk kepada mereka tentang adanya Tuhan dan kebenaran Islam.Suatu hari seorang Atheis bernama Zaranggi bertanya tentang berbagai hal kepada seorang ulama , Diantara pertanyaannya tersebut antara lain, Apakah Tuhan memiliki kekuasaan untuk menciptakan Tuhan baru yang sama kuasa dan sama hebatnya dengan dirinya ? kalau jawabannya tidak bisa , maka Tuhan itu tidak kuasa .Tuhan tidak mampu menciptakan Tuhan lain yang sekuasa dirinya. Ulama tersebut diam seribu bahasa. Setelah mempelajari filsafat, ulama tersebut mematahkan pertanyaan zaranggi tersebut. Walaupun hal ini adalah mustahil dan tidak terjadi. Tuhan bisa saja menciptakan Tuhan lain yang memiliki kekuasaan, tetapi Tuhan kedua ini, tidak mampu menyandang status tuhan, karena biar bagaimanapun tuhan yang kedua ini hanyalah ciptaan. Dia yang kedua tidak bisa disebut Tuhan karena dia hanya ciptaan.Yang tercipta tidak bisa disebut Tuhan . Bukan begitu ? Zaranggi pun tersenyum diam. Kemudian diapun beralih menjadi muslim ”
“MENURUT PARA USTADZ SALAFI, NABINYA ORANG SYIAH ADALAH ALI, BENARKAH DEMIKIAN? “
Sekitar pukul 14 siang, istri saya menyiapkan nasi, lotek dan kerupuk. Dalam suasana hangat kami pun makan siang lotek bersama, suatu jenis makanan yang tidak ada di zaman Rasulullah.Usai makan siang, diskusi pun berlanjut.
Diskusi berlanjut dengan pertanyaan polos dari Pak H pada saya “ Maaf pa, Bapak ini syiah ya ? Apa benar syiah menganggap Ali sebagai Nabi ? “. Pertanyaan tersebut saya jawab dengan pertanyaan lagi ,” Dari mana Bapak mendapat informasi ini ? Dari Ustadz Syiah ? Atau dari ustadz Salafi yang sejak dulu memusuhi syiah ? Mungkinkah seorang Kristen bisa mendapatkan informasi yang utuh dan benar dari seorang pendeta yang memusuhi Islam ? Dan mungkinkah Bapak mendapat informasi yang benar tentang syiah dari seorang ustadz Salafi yang begitu membenci dan memusuhi syiah ? “ . Pak H kembali berfikir.
Saya kemudian menunjukan sebuah copyan kitab tulisan seorang ulama syiah bernama Sayid Ahmad Taqi Almuqaddam , Saya membuka lembaran yang berisi Doa Alfu Shalawat dan memperlihatkannya pada Pak H. “ Alfu shalah wa alfu salam , `alaika Ya Rasulullah sayidil Mursaliin wa aalih.. ( seribu shalawat dan seribu salam kuhaturkan untukmu wahai tuannya para Rasul dan keluarga beliau…) bibir nya perlahan-lahan melantunkan bait demi bait salah satu shalawat yang biasa saya abaca setiap hari. Selanjutnya saya bertanya ,” Kepada siapa shalawat ini dilantunkan ? Kepada Rasulullah Muhammad kan ?Lalu mengapa mereka menuduh kami menganggap ALi sebagai nabi ?”
Selanjutnya sayapun memperlihatkan sebuah KItab berjudul Mafatihul Jinan , kemudian saya berkata ,” Kitab ini merupakan kitab yang direkomendasikan oleh para ulama syiah, isinya berbagai amalan yang diambil dari hadist-hadist yang mutawatir menurut madzhab ahlulbait, saya akan buka pada Bab III dan silakan baca sendiri .Terlihat Pa H memperhatikan dengan seksama bait demi bait sebuah doa ziarah yang sangat dianjurkan dibaca oleh muslim syiah setiap bulan kelahiran Rasulullah untuk mengenang beliau .
Berikut terjemahnya saya tuliskan , aslinya pembaca bisa search sendiri :
“ Ya Rasulullah, aku bersaksi bersama setiap yang bersaksi,
dan membela dari setiap penentang, bahwa engkau telah menyampaikan seluruh
risalah Tuhanmu dan menasehati ummatmu,
berjuang di jalan Tuhan-Mu dan menerangkan perintah-Nya,mengemban
tugas yang berat , mengajak ke jalan-Nya dengan bijaksana dan nasehat yang baik
dan indah, dan menyampaikan kebenaran,
engkau menyayangi orang-orang mukmin dan bersikap tegas
terhadap orang-orang kafir, mengabdi kepada Tuhanmu dengan tulus-ikhlas sehingga
engkau dipanggil ke hadirat-Nya,
Karena itu Allah menganugerahkan kepadamu kedudukan yang paling mulia dari semua kedudukan orang-orang yang dimuliakan, tempat yang paling tinggi dari semua tempat para muqarrabin dan derajat yang paling mulia dari derajat para rasul.
Sampaikan semua shalawat itu
kepada Muhammad hamba-Mu dan Rasul-Mu, kesaksian-Mu dan Nabi-Mu,
kepercayaan-Mu, rahasia-Mu dan kemuliaan-Mu,
kekasih-Mu dan pilihan-Mu.
( Bersambung ..... )
Ki Akbar ( Abu Shadra )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar